KH Said bin Armia, Tegal

KH. Sa’id bin KH.
Armia adalah seorang waliyullah dari Tegal, Jawa Tengah. Beliau adalah
seorang Kyai yang zuhud dan wira’i. Dalam kehidupan rumah tangganya
serba pas-pasan tidak muluk-muluk laiknya para Pejabat yang serba mewah,
padahal beliau sang Kyai adalah Kyai terkenal dan sebagai Pengasuh
Pondok Pesantren Attauhidiyyah Giren, Talang, Tegal.
Suatu hari istri sang Kyai, saat berada di tempat cucian baju sambil memegang gayung untuk mengambil air dari dalam kolam, membatin dalam hatinya: “Ya Allah, aku ingin memiliki emas.”
Seketika itu juga gayung yang ia pegang berubah menjadi emas. Sang Kyai yang melihat kejadian itu menangis dengan penuh kesedihan sambil berkata: “Ya Allah ampunilah istri hambaMu ini yang mempunyai keinginan dunia dalam hatinya.”
Sang istri yang melihat kedatangan suaminya dan mendengar perkataan sang Kyai menjadi malu dan bertobat kepada Allah Swt.
Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah Malang yang sekaligus murid dari KH. Said bin KH. Armia, pernah menceritakan bahwa sewaktu beliau belum menjadi murid KH. Said beliau melihat dari mata batin sebuah cahaya yang memancar ke atas menembus langit dari suatu tempat, karena penasaran beliau mencari sumber cahaya tersebut hingga sampailah beliau di desa Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah dan ternyata sumber cahaya tersebut berasal dari Pemakaman Umum di desa tersebut.
Beliaupun bertanya-tanya; “Siapakah yang dimakamkan di sana? Amalam apa yang menyebabkan makam tersebut mengeluarkan cahaya hingga menembus langit?”
Dan makam tersebut adalah makam seorang waliyullah yang agung yaitu Hadhratus Syeikh KH. Armia bin KH. Kurdi, salah seorang ulama yang selalu mengajarkan kepada masyarakat sekitar tentang Tauhidullah. Beliaupun tertarik untuk belajar kepada putranya yaitu KH. Said bin KH. Armia.
Suatu hari istri sang Kyai, saat berada di tempat cucian baju sambil memegang gayung untuk mengambil air dari dalam kolam, membatin dalam hatinya: “Ya Allah, aku ingin memiliki emas.”
Seketika itu juga gayung yang ia pegang berubah menjadi emas. Sang Kyai yang melihat kejadian itu menangis dengan penuh kesedihan sambil berkata: “Ya Allah ampunilah istri hambaMu ini yang mempunyai keinginan dunia dalam hatinya.”
Sang istri yang melihat kedatangan suaminya dan mendengar perkataan sang Kyai menjadi malu dan bertobat kepada Allah Swt.
Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah Malang yang sekaligus murid dari KH. Said bin KH. Armia, pernah menceritakan bahwa sewaktu beliau belum menjadi murid KH. Said beliau melihat dari mata batin sebuah cahaya yang memancar ke atas menembus langit dari suatu tempat, karena penasaran beliau mencari sumber cahaya tersebut hingga sampailah beliau di desa Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah dan ternyata sumber cahaya tersebut berasal dari Pemakaman Umum di desa tersebut.
Beliaupun bertanya-tanya; “Siapakah yang dimakamkan di sana? Amalam apa yang menyebabkan makam tersebut mengeluarkan cahaya hingga menembus langit?”
Dan makam tersebut adalah makam seorang waliyullah yang agung yaitu Hadhratus Syeikh KH. Armia bin KH. Kurdi, salah seorang ulama yang selalu mengajarkan kepada masyarakat sekitar tentang Tauhidullah. Beliaupun tertarik untuk belajar kepada putranya yaitu KH. Said bin KH. Armia.
Sebelumnya Haul KH. Armia belum pernah ada karena KH. Said pernah diwasiati ayahnya untuk tidak mengadakannya. Namun atas usulan al-Habib Abdurrahman Bilfaqih yang mengusulkan untuk selalu mengadakan Haul KH. Armia secara besar-besaran inilah akhirnya sampai sekarang Haul beliau selalu ramai dikunjungi umat Islam dari dalam dan luar negeri. Beliau al-Habib Abdurrahman Bilfaqih memberikan alasan karena untuk mengenang perjuangan KH. Armia dalam mensyiarkan Agama Allah terutama ilmu-ilmu Tauhid.
KH. Hasani bin KH. Said pernah bercerita bahwa al-‘Allamah Syekh Ali Basalamah Mursyid Thariqat Tijaniyyah dari Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah, mendengar bahwa di Tegal ada seorang Ulama yang mengajarkan Tauhid Imam as-Sanusi. Beliaupun akhirnya datang ke Tegal untuk bersilahturrahim. Sesampainya di Tegal beliau melihat KH. Said bin KH. Armia sedang mengajarkan Kitab Imam as-Sanusi dan di sebelah kanan KH. Said tampak Sayyidul Wujud Baginda Nabi Agung Muhammad Saw. dan di sebelah kiri KH. Said tampak al-Imam as-Sanusi Ra. Hal ini menunujukan bahwa KH. Said memilki derajat kewalian yang tinggi dan ilmu yang diajarkan adalah ilmu yang haq dan bermanfaat.
Tak terhitung jumlahnya murid-murid KH. Said yang menjadi ulama besar. Diantaranya adalah al-Habib M. Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya dan al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih.
Sekitar tahun 1974, Sahlan salah satu murid KH. Said, setiap selesai mengaji pada hari Kamis pagi, beliau selalu sowan ke hadapan al-Marhum KH. Said untuk memijatnya. Saat KH. Said sedang sakit, seminggu sebelum beliau wafat, beliau meminta Sahlan untuk dimasakkan ikan tenggiri dengan dimasak secara dipes atau dipanggang dibungkus dengan daun pisang dan nasinya juga dibungkus dengan daun pisang.
Tapi apalah daya usaha untuk mendapatkan ikan tenggiri di TPI Suradadi, Tegal saat itu sangat sulit. Setiap kali ada perahu yang baru mendarat dan dilihat ternyata tidak ada ikan tenggirinya. Karena waktu hampir jam empat sore akhirnya Sahlan membeli ikan bandeng. Setelah sampai di rumah ikan bandeng tersebut dimasak sesuai pesanan beliau. Kemudian paginya dibawa ke hadapan KH. Said dan selanjutnya beliau pun melahapnya.
Setelah selesai makan, beliau KH. Said berkata kepada Sahlan yang ternyata untuk terakhir kalinya: “Kamu akan punya sumur yang airnya banyak.”
KH. Said bin KH. Armia adalah seorang ulama dan waliyullah yang wafat pada tanggal 20 Rajab tahun1395 H atau sekitar tahun 1974 M dan dimakamkan tak jauh dari Pondok Pesantren Attauhidiyyah, Giren, Talang, Tegal.
Pernah diceritakan oleh salah seorang Guru saya Alhabib Abdurrahman Bin Habib Abdulloh bilfaqih , beliau adalah Pengasuh Pon-pes Darul Hadist Al faqihiyyah Malang dan murid Dari KH.Said bin Kh.Armia, sewaktu beliau belum menjadi murid KH.Said beliau melihat dari mata batin batin Sebuah Cahaya yang memancar keatas menembus langit dari suatu tempat, karena penasaran beliau mencari sumber cahaya tersebut hingga sampailah beliau di desa Cikura Tegal Jawa tengah dan sumber cahaya tersebut berasal dari Pemakaman Umum didesa tersebut. Beliaupun bertanya siapa yang di maqomkan disana? amalam apa yang menyerbabkan maqom tersebut mengeluarkan cahaya hingga menembus langit…Dan Maqom tersebut adalah Maqom KH.Armia salah seorang ulama yang selalu mengajarkan kepada masyarakat sekitar tentang Tauhid kitab yang yang di kaji adalah kitab tauhid Imam Sanusi. Beliaupun tertarik untuk belajar kepada putranya KH.Said bin Kh Armia, dan beliaupun mengusulkan untuk selalu mengadakan Haul Bapaknya KH.Armia secara besar-besaran untuk mengenang perjuangan KH.Armia dalam mensyiarkan Agama Alloh terutama ilmu-ilmu tauhid . Dan setiap kali diadakan Acara Haul maka Ribuan orang baik ulama maupun para habaib dari berbagai daerah hadir untuk memperingati haul KH.Armia.
Dan diceritakan pula oleh Putra Kh.Said yaitu KH.Hasani bahwa Al Alamah Syeck Ali Basalamah (Mursyid Tarekat Tijani jatibarang brebes jawa tengah) mendengar bahwa di Tegal ada seorang Ulama yang mengajar Tauhid Imam Sanusi , beliaupun datang ketegal untuk bersilahturahim ,sesampainya di Tegal beliau melihat KH.Said Bin Kh.Armia sedang mengajar Kitab Imam Sanusi dan di sebelah Kanan KH.Said tampak Sayyidul Wujud Rosululloh SAW dan di sebelah kiri KH.Said Tampak Shohibul KItab Imam Sanusi RA hal ini menunujukan KH.Said Bin Kh.Armia memilki derajat kewalian yang tinggi dan ilmu yang diajarkan adalah haq.
Suatu hal yang Menarik Dari Pesantren Attuahidiyyah ini adalah bila bulan puasa tiba santri dalam atau santri pondok banyak yang pulang ke kampung halammnya sampai satu hingga dua minggu. Mereka bertemu keluarga dan sanak saudara. Sedangkan kegiatan pondok diisi oleh santri kalong( Julukan untuk warga luar pesantren atau masyarakat umum yang mengikuti pengajian ) ,Mereka mendapatkan aneka wejangan dari santri senior ponpes Attauhidiyyah Selain itu juga mereka langsung mendapat gemblengan dari Pimpinan dan Pengasuh Ponpes KH Ahmad bin KH Said bin KH Armia. Gemblengan yang diberikan antara lain soal gambaran umum ilmu ketauhidan, tafsir kitab kuning dan wejangan lain yang bersifat bimbingan moral dan agama. Dengan tujuan akhir, santri mendapat bekal dalam mengarungi hidup di luar ponpes. Kegiatan lain yang cukup mendapat perhatian santri adalah membaca Kitab Suci Al-Qur’an setelah salat tarawih. Atau usai menjalankan salat-salat fardhlu (salat wajib) lainnya. Mereka yang dapat selesai membaca kitab suci itu dalam waktu yang sudah ditentukan dan benar, maka disebut telah selesai khatam.
Nah tiap selesai khatam itulah, santri seperti mendapat sesuatu yang lebih. Mereka kemudian mendapat hidangan nasi kebuli dari pimpinan ponpes. Satu nasi kebuli yang ditaruh di nampan, dinikmati untuk empat hingga lima orang. Mereka menyantap beramai-ramai.
Lantas apa yang membuat mereka seperti ketagihan menikmati hidangan nasi kebuli? Tentu karena resep masakan yang khas, yang sengaja dibuat dan disajikan oleh santri senir ponpes tersebut.
Menurut santri senior , hidangan nasi kebuli dibuat dari campuran santan, susu, dan daging kambing. Orang melihat sekilas nasi itu seperti nasi goreng, namun punya perbedaan rasa yang khas dan sulit disamakan.
“Ya, karena kami memasak dengan cita rasa yang khas, siapa pun yang mencicipi pasti langsung ketagihan. Hanya saja, yang kena penyakit darah tinggi jangan makan daging kambingnya. Kalau sayurnya sih ndak papa,” tutur dia.
tiap malam ribuan orang menjadi santri kalong di ponpes itu. Mereka berbuka puasa bersama dan mendengarkan wejangan keagamaan dari KH Ahmad bin KH Said bin KH Armia. Selain itu, digembleng pula oleh KH Hasani yang merupakan orang kedua atau pengasuh dua ponpes tersebut.
Perjalanan saya kali ini Ke Tegal ke pon-pes Attauhidiyyah secara kebetulan bersamaan dengan wafatnya anak seorang ulama karismatik dan menjadi panutan di kota Tegal Almarhum Kh.Miftah bernama KH.Hadun Bin KH.Miftah warga sekitar biasa memanggil dengan sebutan Gus Hadun lokasinya tak jauh dari Pon-pes attauhidiyah, Gus Hadun wafat pada hari selasa tanggal 16 oktober 2007 dan dimakamkan di samping maqom ayahnya Kh.Miftah .Ribuan warga berdatangan untuk turut menguburkan Gus Hadun termasuk Para ulama dan Habaib setempat , sempat pula saya menyalami KH.Hasani Bin KH.Said disana namun sayang saya tidak sempat bertemu dengan KH.Ahmad Bin KH.Said yang menurut santri beliau ada di luar kota.
tepat pukul1 0.00 jenazah Gus Hadun di kuburkan diiringi dengan gema tahlil dan tahmid dari para jamaah …semoga Alloh menempatkannya pada derajat yang mulai bersama para kekasih Allloh aminn.
Selepas mengikuti prosesi penguburan saya pergi berziarah ke Maqom Kh.Said bin Kh armia yang letaknya tak jauh dari sana,dan setelah itu berziarah ke maqom Habib Muhammad Bin Thohir Al hadad yang letaknya kurang lebih 10 km dari Pon-pes Attauhidiyah Giren Talang . “Ya Alloh Tuhan kami Berilah kami kemamfaatan dengan berkah mereka”…..”tunjukan kami akan kebaikan dengan keagungan mereka”…”matikan kami didalam thoriqoh mereka”….”serta selamat dari segala fitnah”….


1 komentar:
Assalamu alaikum...
Mksh kg agung ats blognya,sy seneng bgt bs bc blog antum
Posting Komentar